loading...
Aturan tanam paksa yang diterapkan oleh Van den Bosch ternyata juga menimbulkan kontradiksi dari kalangan mereka sendiri, siapa sajakah mereka?
Pelaksanaan sistem tanam paksa yang menyengsarakan masyarakat alhasil menerima kritikan dari aneka macam pihak.
Dalam bukunya, Multatuli mengemukakan keadaan pemerintahan kolonial yang zalim dan korup di Jawa. Buku itu menjadi senjata bagi kaum liberal untuk melancarkan protes atas pelaksanaan tanam paksa.
a. Pada tahun 1860, pembatalan tanam paksa lada.
b. Pada tahun 1865, pembatalan tanam paksa untuk teh dan nila.
c. Pada tahun 1870, hampir semua jenis tanam paksa telah dihapuskan.
Setelah dihapuskannya tanam paksa, kaum pengusaha swasta leluasa mengatur tanah jajahan demi laba pribadi.
UU Agraria Tahun 1870 membuka jalan bagi pihak swasta untuk menanamkan modalnya di Indonesia sehingga banyak investor swasta asing, menyerupai Inggris, Belgia, Prancis, Amerika Serikat, Cina, dan Jepang yang menanamkan modalnya di Indonesia.
Dengan demikian, perkebunan di Indonesia meningkat dengan pesat. Akan tetapi, sistem ini pun tidak lebih baik dibanding sistem sebelumnya. Sistem ekonomi terbuka telah mematikan para pengusaha pribumi yang mempunyai modal kecil.
Misalnya, pada tahun 1881 pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan Undang-Undang Koelie Ordonantie yang mengatur para kuli.
Dengan hukum ini, kuli yang dipekerjakan di Sumatra harus melalui kontrak kerja. Tidak boleh meninggalkan pekerjaan sebelum kontraknya habis. Bagi yang melarikan diri dikenakan eksekusi berupa punale sanctie.
Sistem tersebut diterapkan untuk mendukung jadwal penanaman modal Barat di Indonesia dengan cara menyediakan sarana dan prasarana, menyerupai irigasi, wadukwaduk, jalan raya, jalan kereta, dan pelabuhan-pelabuhan.
Dalam membangun sarana-sarana tersebut, pemerintah kolonial Belanda memakai tenaga kerja Indonesia tanpa upah, serta dikerahkan secara paksa.
Berbagai kebijakan pemerintah kolonial telah melahirkan penderitaan bagi rakyat Indonesia. Di tempat kerajaan, seruan perlawanan dari para darah biru maupun ulama yang kuat untuk melawan kekuasaan absurd dengan cepat menerima sambutan baik dari kelompok rakyat, yang alasannya ialah tekanan-tekanan hidup yang mereka alami sudah bersikap antipati terhadap kekuasaan asing.
Secara umum sanggup dikatakan bahwa kondisi di daerahdaerah selama kontak dengan kekuasaan Barat cukup subur untuk timbulnya usaha tersebut.
Oleh alasannya ialah dalam tiap-tiap tempat konvensi intensitas kontak dari kekuasaan Belanda tidak bersamaan waktu terjadinya, maka timbulnya usaha terhadap kekuasaan asingpun tidak sama
waktunya.
Perjuangan-perjuangan itu sanggup berupa perlawanan besar, atau pemberontakan maupun hanya merupakan kericuhan-kericuhan.
Sumber https://www.berpendidikan.com
Pelaksanaan sistem tanam paksa yang menyengsarakan masyarakat alhasil menerima kritikan dari aneka macam pihak.
Tokoh-tokoh penentang Tanam paksa (cultuurstelsel)
Tokoh-tokoh penentang tanam paksa di antaranya ialah sebagai berikut.1) E.F.E. Douwes Dekker (Multatuli)
Lewat bukunya yang berjudul Max Havelaar. Akibat kritikan Douwes Dekker atau yang dikenal dengan nama Multatuli, Belanda mengganti politik tanam paksa dengan politik pintu terbuka.Dalam bukunya, Multatuli mengemukakan keadaan pemerintahan kolonial yang zalim dan korup di Jawa. Buku itu menjadi senjata bagi kaum liberal untuk melancarkan protes atas pelaksanaan tanam paksa.
2) Baron van Hoevell
Baron van Hoevell ialah mantan pendeta yang menyaksikan sendiri penderitaan rakyat akhir tanam paksa. Baron van Hoevell membela rakyat Indonesia melalui pidato-pidatonya di dewan perwakilan rakyat Nederland.3) Fransen van der Putte
Fransen van der Putte yang menulis Suiker Contracten. Hasil dari perdebatan di dewan legislatif Belanda ialah dihapuskannya cultuurstelsel secara sedikit demi sedikit mulai tanaman yang paling tidak laris hingga dengan tanaman yang laris keras di pasaran Eropa.Penghapusan sistem tanam paksa
Secara berangsur-angsur pembatalan sistem tanam paksa atau cultuurstelsel adalah sebagai berikut.a. Pada tahun 1860, pembatalan tanam paksa lada.
b. Pada tahun 1865, pembatalan tanam paksa untuk teh dan nila.
c. Pada tahun 1870, hampir semua jenis tanam paksa telah dihapuskan.
Setelah dihapuskannya tanam paksa, kaum pengusaha swasta leluasa mengatur tanah jajahan demi laba pribadi.
UU Agraria Tahun 1870 membuka jalan bagi pihak swasta untuk menanamkan modalnya di Indonesia sehingga banyak investor swasta asing, menyerupai Inggris, Belgia, Prancis, Amerika Serikat, Cina, dan Jepang yang menanamkan modalnya di Indonesia.
Dengan demikian, perkebunan di Indonesia meningkat dengan pesat. Akan tetapi, sistem ini pun tidak lebih baik dibanding sistem sebelumnya. Sistem ekonomi terbuka telah mematikan para pengusaha pribumi yang mempunyai modal kecil.
Undang-Undang Koelie Ordonantie
Sistem yang jelek tersebut dibiarkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Bahkan, pemerintah kolonial mengeluarkan hukum yang merugikan kaum buruh pribumi.Misalnya, pada tahun 1881 pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan Undang-Undang Koelie Ordonantie yang mengatur para kuli.
Dengan hukum ini, kuli yang dipekerjakan di Sumatra harus melalui kontrak kerja. Tidak boleh meninggalkan pekerjaan sebelum kontraknya habis. Bagi yang melarikan diri dikenakan eksekusi berupa punale sanctie.
Gambar: Sistem Kerja Rodi |
Kerja Rodi (kerja paksa)
Penderitaan bangsa Indonesia bertambah jelek sesudah pemerintah kolonial memberlakukan sistem rodi alias kerja paksa.Sistem tersebut diterapkan untuk mendukung jadwal penanaman modal Barat di Indonesia dengan cara menyediakan sarana dan prasarana, menyerupai irigasi, wadukwaduk, jalan raya, jalan kereta, dan pelabuhan-pelabuhan.
Dalam membangun sarana-sarana tersebut, pemerintah kolonial Belanda memakai tenaga kerja Indonesia tanpa upah, serta dikerahkan secara paksa.
Berbagai kebijakan pemerintah kolonial telah melahirkan penderitaan bagi rakyat Indonesia. Di tempat kerajaan, seruan perlawanan dari para darah biru maupun ulama yang kuat untuk melawan kekuasaan absurd dengan cepat menerima sambutan baik dari kelompok rakyat, yang alasannya ialah tekanan-tekanan hidup yang mereka alami sudah bersikap antipati terhadap kekuasaan asing.
Secara umum sanggup dikatakan bahwa kondisi di daerahdaerah selama kontak dengan kekuasaan Barat cukup subur untuk timbulnya usaha tersebut.
Oleh alasannya ialah dalam tiap-tiap tempat konvensi intensitas kontak dari kekuasaan Belanda tidak bersamaan waktu terjadinya, maka timbulnya usaha terhadap kekuasaan asingpun tidak sama
waktunya.
Perjuangan-perjuangan itu sanggup berupa perlawanan besar, atau pemberontakan maupun hanya merupakan kericuhan-kericuhan.
loading...
Buat lebih berguna, kongsi: