loading...
Pada pembahasan kali ini ialah khusus membahas perkembangan fatwa hindu dari asalnya yaitu Hindustan, sebelum munculnya fatwa budha dari daerah yang sama.
Perkembangan kebudayaan dan agama Hindu bermula dari terjadinya perpindahan bangsa Arya ke daerah Hindustan pada kurun ke-15 SM secara bergelombang dalam kelompokkelompok besar melalui Celah Kaiber.
Karena perpindahan bangsa Arya tersebut, terjadilah percampuran kebudayaan antara bangsa Arya dengan bangsa Dravida. Kebudayaan yang gres tersebut kemudian dinamakan kebudayaan Weda.
1) Rigweda, berisi syair kebanggaan kepada dewa.
2) Samaweda, berisi nyanyian pada waktu melakukan upacara Rigweda.
3) Yajurweda, berisi doa-doa yang diucapkan pada waktu upacara dengan diiringi penyajian Rigweda dan nyanyian Samaweda.
4) Atharwaweda, berisi mantra-mantra yang dipakai untuk banyak sekali keperluan, ibarat sihir dan ilmu gaib.
Seiring dengan semakin banyaknya bangsa Arya yang pindah ke Hindustan, maka kebudayaan Weda berkembang pesat di daerah Sungai Indus. Kemudian, alasannya ialah jumlah penduduk yang semakin bertambah, sebagian penduduk mulai berpindah ke daerah timur di sekitar Sungai Gangga dan Yamuna.
Bangsa Arya yang menguasai daerah tersebut berusaha keras menjaga kekuasaannya biar posisinya tetap berada di atas bangsa Dravida. Untuk kepentingan tersebut, mereka kemudian membagi masyarakat dalam kelas-kelas yang disebut kasta.
Sistem kasta membagi masyarakat menjadi beberapa kelas menurut pekerjaan dan kekayaan. Kasta seseorang memilih hak dan kewajiban mereka dalam kehidupan bermasyarakat.
Oleh alasannya ialah itu, sanggup dipastikan bangsa Arya akan menempatkan diri pada kasta-kasta yang tinggi, sedangkan bangsa Dravida ditempatkan pada kasta-kasta yang rendah.
1) Kasta brahmana, terdiri atas para pendeta dan orangorang pintar.
2) Kasta ksatria, terdiri atas orang-orang yang duduk di pemerintahan, tentara, raja, dan keluarga raja.
3) Kasta waisya, terdiri atas para petani dan pedagang.
4) Kasta sudra, terdiri atas para buruh, tukang, dan pelayan.
Dalam perkembangannya, orang-orang bangsa Dravida ternyata masih sanggup berpindah kasta ke tingkat yang lebih tinggi. Untuk itu guna lebih memperkuat posisinya dalam masyarakat, bangsa Arya memunculkan kasta kelima untuk bangsa Dravida, yakni kasta paria (artinya kaum buangan).
Orang-orang yang ada dalam kasta paria tidak diberi hak apa pun dalam masyarakat dan mereka dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Adanya sistem kasta dalam masyarakat menandai lahirnya kebudayaan gres yang dinamakan kebudayaan Hindu.
Pemberlakuan sistem kasta ini kemudian diikuti oleh berkembangnya dogma yang menyembah banyak yang kuasa dan dewi (politeisme). Beberapa yang kuasa sesembahan mereka di antaranya ialah Dewa Agni (dewa api), Dewa Surya (dewa matahari), Dewa Bayu (dewa angin), Dewa Indra (dewa perang), Dewi Laksmi (dewi keberuntungan), Dewi Saraswati (dewi kesenian), dan Dewa Ganesha (dewa pengetahuan).
Selain yang kuasa dan dewi di atas, masih banyak dewa-dewi lainnya. Namun, pada sekitar kurun ke-7 SM, kebudayaan Hindu menempatkan tiga yang kuasa yang dianggap menempati posisi paling tinggi, yakni Dewa Brahma sebagai pencipta alam semesta, Dewa Wisnu sebagai pemelihara alam, dan Dewa Syiwa sebagai perusak alam. Ketiga yang kuasa itu disebut Trimurti.
Kepercayaan Hindu diajarkan secara bebuyutan melalui syair atau nyanyian yang berisi pemujaan pada yang kuasa dan banyak sekali petunjuk kehidupan. Setelah berabad-abad, banyak sekali fatwa tersebut dihimpun menjadi sebuah buku yang dinamakan Weda yang artinya pengetahuan.
Kitab Weda ditulis dalam bahasa Sanskerta dengan abjad Pallawa. Bahasa Sanskerta dan abjad Pallawa hanya sanggup diucapkan dan dibaca oleh para brahmana. Karena itu, hanya brahmana yang berhak untuk membaca Weda.
Masyarakat Hindu melakukan fatwa agamanya dengan banyak sekali macam bentuk peribadatan. Ibadah yang paling utama ialah menyembah yang kuasa di kuil-kuil dan perayaan hari-hari besar. Hari besar masyarakat Hindu antara lain Rakhsa-Bandhan dan Navaratri.
Seiring dengan perkembangan masyarakat Hindu yang pesat, kemudian terciptalah corak pemerintahan berbentuk kerajaan. Munculnya kerajaan-kerajaan Hindu di daerah Hindustan sangat memengaruhi contoh interaksi masyarakat Hindu.
Karena negara berkewajiban menyejahterakan rakyatnya, maka kerajaan-kerajaan tersebut mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan menggalakkan pertanian, peternakan, dan pembuatan barang-barang untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Pada akhirnya, hasil pertanian dan pembuatan barang, serta peternakan mengalami kelebihan (surplus). Surplus ini mendorong dilakukannya perdagangan dengan kerajaan-kerajaan lain, termasuk dengan daerah di luar Hindustan.
Diperkirakan dari perdagangan inilah awal tersebarnya kebudayaan dan agama Hindu ke daerah lain, termasuk Indonesia.
Sumber https://www.berpendidikan.com
Perkembangan kebudayaan dan agama Hindu bermula dari terjadinya perpindahan bangsa Arya ke daerah Hindustan pada kurun ke-15 SM secara bergelombang dalam kelompokkelompok besar melalui Celah Kaiber.
Karena perpindahan bangsa Arya tersebut, terjadilah percampuran kebudayaan antara bangsa Arya dengan bangsa Dravida. Kebudayaan yang gres tersebut kemudian dinamakan kebudayaan Weda.
Sumber fatwa agama hindu
Sumber fatwa agama Hindu terdapat pada kitab Weda yang ditulis dalam empat bab (samhitu), yaitu sebagai berikut.1) Rigweda, berisi syair kebanggaan kepada dewa.
2) Samaweda, berisi nyanyian pada waktu melakukan upacara Rigweda.
3) Yajurweda, berisi doa-doa yang diucapkan pada waktu upacara dengan diiringi penyajian Rigweda dan nyanyian Samaweda.
4) Atharwaweda, berisi mantra-mantra yang dipakai untuk banyak sekali keperluan, ibarat sihir dan ilmu gaib.
Seiring dengan semakin banyaknya bangsa Arya yang pindah ke Hindustan, maka kebudayaan Weda berkembang pesat di daerah Sungai Indus. Kemudian, alasannya ialah jumlah penduduk yang semakin bertambah, sebagian penduduk mulai berpindah ke daerah timur di sekitar Sungai Gangga dan Yamuna.
Bangsa Arya yang menguasai daerah tersebut berusaha keras menjaga kekuasaannya biar posisinya tetap berada di atas bangsa Dravida. Untuk kepentingan tersebut, mereka kemudian membagi masyarakat dalam kelas-kelas yang disebut kasta.
Sistem kasta membagi masyarakat menjadi beberapa kelas menurut pekerjaan dan kekayaan. Kasta seseorang memilih hak dan kewajiban mereka dalam kehidupan bermasyarakat.
Oleh alasannya ialah itu, sanggup dipastikan bangsa Arya akan menempatkan diri pada kasta-kasta yang tinggi, sedangkan bangsa Dravida ditempatkan pada kasta-kasta yang rendah.
Macam-macam kasta dalam fatwa hindu
Semula, ada empat kasta dalam kehidupan masyarakat, yakni sebagai berikut.1) Kasta brahmana, terdiri atas para pendeta dan orangorang pintar.
2) Kasta ksatria, terdiri atas orang-orang yang duduk di pemerintahan, tentara, raja, dan keluarga raja.
3) Kasta waisya, terdiri atas para petani dan pedagang.
4) Kasta sudra, terdiri atas para buruh, tukang, dan pelayan.
Gambar: 4 Kasta dalam fatwa hindu |
Dalam perkembangannya, orang-orang bangsa Dravida ternyata masih sanggup berpindah kasta ke tingkat yang lebih tinggi. Untuk itu guna lebih memperkuat posisinya dalam masyarakat, bangsa Arya memunculkan kasta kelima untuk bangsa Dravida, yakni kasta paria (artinya kaum buangan).
Orang-orang yang ada dalam kasta paria tidak diberi hak apa pun dalam masyarakat dan mereka dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Adanya sistem kasta dalam masyarakat menandai lahirnya kebudayaan gres yang dinamakan kebudayaan Hindu.
Pemberlakuan sistem kasta ini kemudian diikuti oleh berkembangnya dogma yang menyembah banyak yang kuasa dan dewi (politeisme). Beberapa yang kuasa sesembahan mereka di antaranya ialah Dewa Agni (dewa api), Dewa Surya (dewa matahari), Dewa Bayu (dewa angin), Dewa Indra (dewa perang), Dewi Laksmi (dewi keberuntungan), Dewi Saraswati (dewi kesenian), dan Dewa Ganesha (dewa pengetahuan).
Selain yang kuasa dan dewi di atas, masih banyak dewa-dewi lainnya. Namun, pada sekitar kurun ke-7 SM, kebudayaan Hindu menempatkan tiga yang kuasa yang dianggap menempati posisi paling tinggi, yakni Dewa Brahma sebagai pencipta alam semesta, Dewa Wisnu sebagai pemelihara alam, dan Dewa Syiwa sebagai perusak alam. Ketiga yang kuasa itu disebut Trimurti.
Kepercayaan Hindu diajarkan secara bebuyutan melalui syair atau nyanyian yang berisi pemujaan pada yang kuasa dan banyak sekali petunjuk kehidupan. Setelah berabad-abad, banyak sekali fatwa tersebut dihimpun menjadi sebuah buku yang dinamakan Weda yang artinya pengetahuan.
Kitab Weda ditulis dalam bahasa Sanskerta dengan abjad Pallawa. Bahasa Sanskerta dan abjad Pallawa hanya sanggup diucapkan dan dibaca oleh para brahmana. Karena itu, hanya brahmana yang berhak untuk membaca Weda.
Masyarakat Hindu melakukan fatwa agamanya dengan banyak sekali macam bentuk peribadatan. Ibadah yang paling utama ialah menyembah yang kuasa di kuil-kuil dan perayaan hari-hari besar. Hari besar masyarakat Hindu antara lain Rakhsa-Bandhan dan Navaratri.
Seiring dengan perkembangan masyarakat Hindu yang pesat, kemudian terciptalah corak pemerintahan berbentuk kerajaan. Munculnya kerajaan-kerajaan Hindu di daerah Hindustan sangat memengaruhi contoh interaksi masyarakat Hindu.
Karena negara berkewajiban menyejahterakan rakyatnya, maka kerajaan-kerajaan tersebut mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan menggalakkan pertanian, peternakan, dan pembuatan barang-barang untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Pada akhirnya, hasil pertanian dan pembuatan barang, serta peternakan mengalami kelebihan (surplus). Surplus ini mendorong dilakukannya perdagangan dengan kerajaan-kerajaan lain, termasuk dengan daerah di luar Hindustan.
Diperkirakan dari perdagangan inilah awal tersebarnya kebudayaan dan agama Hindu ke daerah lain, termasuk Indonesia.
loading...
Buat lebih berguna, kongsi: