loading...
Kerajaan Gowa Tallo merupakan salah satu dari kerajaan Islam di Indonesia yang menjadi simbol kejayaan Islam di Indonesia potongan timur.
Pada pembahasan kali ini kita akan mengupas wacana sejarah kerajaan Gowa Tallo, peninggalan kerajaan Gowa Tallo, Sumber sejarah kerajaan Gowa Tallo, dan asal-usul kerajaan Gowa Tallo serta Silsilah kerajaan Gowa Tallo.
Kemudian keduanya menyatukan wilayah kedua kerajaan mereka dengan Daeng Manrabia sebagai rajanya. Sementara, Karaeng Matoaya menjabat sebagai perdana menteri.
Daeng Manrabia mengganti namanya menjadi Sultan Alauddin dan Karaeng Matoaya mengganti namanya menjadi Sultan Abdullah.
Sebagai penganut Islam, kedua penguasa kerajaan tersebut dimusuhi oleh himpunan pedagang Belanda di Hindia Timur (Vereenigde Oost Indische Compagnie = VOC) yang ingin menguasai perdagangan di daerah tersebut.
Hingga wafatnya pada tahun 1639, Sultan Alauddin tidak pernah mau mendapatkan kapal-kapal Belanda di pelabuhan-pelabuhan milik Gowa–Tallo.
Sepeninggal Alauddin, tahta raja diduduki oleh Sultan Muhammad Said. Seperti halnya ayahnya, Sultan Muhammad Said tidak pernah mau berdamai dengan Belanda yang menurutnya licik dan suka memaksa.
Tahun 1653, Sultan Muhammad Said digantikan oleh putranya yang berjulukan Hasanuddin. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin inilah perseteruan dengan VOC semakin memuncak.
Kondisi ini diperparah oleh terjadinya pemberontakan seorang aristokrat Bone yang berjulukan Aru Palaka pada tahun 1660. VOC yang membenci Sultan Hasanuddin memperlihatkan dukungan pada Aru Palaka.
Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani perjanjian yang mengakui monopoli VOC di wilayah kerajaannya. Isi perjanjian Bongaya yaitu sebagai berikut.
a. VOC memperoleh hak monopoli dagang di Makassar.
b. Belanda mendirikan benteng di sentra Kerajaan Makassar yang berjulukan Rotterdam.
c. Makassar melepas Bone dan pulau di luar wilayah Makassar.
d. Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.
Walaupun Sultan Hasanuddin mengalami kekalahan, VOC mengakui keberaniannya dalam peperangan tersebut. VOC menyebut Sultan Hasanuddin dengan de Haan Van de Oosten (Ayam Jantan dari Timur).
Sepeninggal Hasanuddin, Gowa–Tallo dipimpin oleh putranya yang gres berusia 13 tahun, yakni Mappasomba. Dalam sebuah pertempuran, VOC mengalahkan Mappasomba dan menghapuskan Kerajaan Gowa–Tallo.
Setelah itu, selain memonopoli perdagangan, VOC juga menjalankan pemerintahan eksklusif di Gowa dan Tallo.
Kerajaan ini mempunyai raja yang paling populer bergelar Sultan Hasanuddin, yang dikala itu melaksanakan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu oleh Kesultanan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa (dinasti) Suku Bugis dengan rajanya, Arung Palakka.
Perang Makassar bukanlah perang antarsuku alasannya yaitu pihak Gowa mempunyai sekutu dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone mempunyai sekutu orang Makassar. Perang Makassar yaitu perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya pada kala ke-17.
Dia juga mengatur penyatuan Gowa dan Tallo kemudian merekatkannya dengan sebuah sumpah yang menyatakan bahwa apa saja yang mencoba membuat mereka saling melawan (ampasiewai) akan menerima eksekusi Dewata. Sebuah perundang-undangan dan aturan-aturan peperangan dibuat, dan sebuah sistem pengumpulan pajak dan bea dilembagakan di bawah seorang syahbandar untuk mendanai kerajaan. Begitu dikenangnya raja ini sehingga dalam dongeng pendahulu Gowa, masa pemerintahannya dipuji sebagai sebuah masa ketika panen anggun dan penangkapan ikan banyak.
Dalam sejumlah penyerangan militer yang sukses penguasa Gowa ini mengalahkan negara tetangganya, termasuk Siang dan membuat sebuah referensi ambisi imperial yang kemudian berusaha ditandingi oleh penguasa-penguasa setelahnya pada kala ke-16 dan ke-17. Kerajaan-kerajaan yang ditaklukkan oleh Tumapa'risi' Kallonna diantaranya yaitu Kerajaan Siang, serta Kesultanan Bone, walaupun ada yang menyebutkan bahwa Bone ditaklukkan oleh Tunipalangga.
Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada alhasil Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan Perjanjian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, alasannya yaitu itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta dukungan tentara ke Batavia. Pertempuran kembali pecah di banyak sekali tempat. Sultan Hasanuddin memperlihatkan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan VOC, hingga alhasil Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat milik Kesultanan Gowa yaitu Benteng Somba Opu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.
Walaupun masyarakat Gowa mempunyai kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adab yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat diatur berdasarkan adab dan agama Islam yang disebut Pangadakkang. Dan masyarakat Gowa sangat percaya dan taat terhadap norma-norma tersebut.
Di samping norma tersebut, masyarakat Gowa juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan aristokrat dan keluarganya disebut dengan Anakarung atau Karaeng, sedangkan rakyat kebanyakan disebut to Maradeka dan masyarakat lapisan bawah disebut dengan golongan Ata.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Gowa banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka populer sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibentuk oleh orang Gowa dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo. Kapal Pinisi dan Lombo merupakan pujian rakyat Sulawesi Selatan dan populer hingga mancanegara.
Sumber https://www.berpendidikan.com
Pada pembahasan kali ini kita akan mengupas wacana sejarah kerajaan Gowa Tallo, peninggalan kerajaan Gowa Tallo, Sumber sejarah kerajaan Gowa Tallo, dan asal-usul kerajaan Gowa Tallo serta Silsilah kerajaan Gowa Tallo.
Selayang Pandang Kerajaan Gowa Tallo
Gowa dan Tallo yaitu dua kerajaan yang bangun di daerah Sulawesi Selatan. Tahun 1605, raja Gowa yang berjulukan Daeng Manrabia dan raja Tallo yang berjulukan Karaeng Matoaya memeluk agama Islam.Kemudian keduanya menyatukan wilayah kedua kerajaan mereka dengan Daeng Manrabia sebagai rajanya. Sementara, Karaeng Matoaya menjabat sebagai perdana menteri.
Daeng Manrabia mengganti namanya menjadi Sultan Alauddin dan Karaeng Matoaya mengganti namanya menjadi Sultan Abdullah.
Sebagai penganut Islam, kedua penguasa kerajaan tersebut dimusuhi oleh himpunan pedagang Belanda di Hindia Timur (Vereenigde Oost Indische Compagnie = VOC) yang ingin menguasai perdagangan di daerah tersebut.
Hingga wafatnya pada tahun 1639, Sultan Alauddin tidak pernah mau mendapatkan kapal-kapal Belanda di pelabuhan-pelabuhan milik Gowa–Tallo.
Sepeninggal Alauddin, tahta raja diduduki oleh Sultan Muhammad Said. Seperti halnya ayahnya, Sultan Muhammad Said tidak pernah mau berdamai dengan Belanda yang menurutnya licik dan suka memaksa.
Tahun 1653, Sultan Muhammad Said digantikan oleh putranya yang berjulukan Hasanuddin. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin inilah perseteruan dengan VOC semakin memuncak.
Kondisi ini diperparah oleh terjadinya pemberontakan seorang aristokrat Bone yang berjulukan Aru Palaka pada tahun 1660. VOC yang membenci Sultan Hasanuddin memperlihatkan dukungan pada Aru Palaka.
Gambar: Makam Sultan Hasanuddin |
Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani perjanjian yang mengakui monopoli VOC di wilayah kerajaannya. Isi perjanjian Bongaya yaitu sebagai berikut.
a. VOC memperoleh hak monopoli dagang di Makassar.
b. Belanda mendirikan benteng di sentra Kerajaan Makassar yang berjulukan Rotterdam.
c. Makassar melepas Bone dan pulau di luar wilayah Makassar.
d. Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.
Walaupun Sultan Hasanuddin mengalami kekalahan, VOC mengakui keberaniannya dalam peperangan tersebut. VOC menyebut Sultan Hasanuddin dengan de Haan Van de Oosten (Ayam Jantan dari Timur).
Sepeninggal Hasanuddin, Gowa–Tallo dipimpin oleh putranya yang gres berusia 13 tahun, yakni Mappasomba. Dalam sebuah pertempuran, VOC mengalahkan Mappasomba dan menghapuskan Kerajaan Gowa–Tallo.
Setelah itu, selain memonopoli perdagangan, VOC juga menjalankan pemerintahan eksklusif di Gowa dan Tallo.
Sejarah Lengkap Kerajaan Gowa Tallo
Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, yaitu salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi potongan selatan. Wilayah kerajaan ini kini berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa potongan daerah sekitarnya.Kerajaan ini mempunyai raja yang paling populer bergelar Sultan Hasanuddin, yang dikala itu melaksanakan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu oleh Kesultanan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa (dinasti) Suku Bugis dengan rajanya, Arung Palakka.
Perang Makassar bukanlah perang antarsuku alasannya yaitu pihak Gowa mempunyai sekutu dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone mempunyai sekutu orang Makassar. Perang Makassar yaitu perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya pada kala ke-17.
Sejarah Awal
Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi sentra Kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui banyak sekali cara, baik hening maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari para pendahulu di Gowa menyampaikan bahwa Tumanurung merupakan pendiri Kerajaan Gowa pada awal kala ke-14.Abad ke-16
Tumapa'risi' Kallonna
Memerintah pada awal kala ke-16, di Kerajaan Gowa bertahta Karaeng (Penguasa) Gowa ke-9, berjulukan Tumapa'risi' Kallonna. Pada masa itu salah seorang penjelajah Portugis berkomentar bahwa "daerah yang disebut Makassar sangatlah kecil". Dengan melaksanakan perombakan besar-besaran di kerajaan, Tumapa'risi' Kallonna mengubah daerah Makassar dari sebuah konfederasi antar-komunitas yang longgar menjadi sebuah negara kesatuan Gowa.Dia juga mengatur penyatuan Gowa dan Tallo kemudian merekatkannya dengan sebuah sumpah yang menyatakan bahwa apa saja yang mencoba membuat mereka saling melawan (ampasiewai) akan menerima eksekusi Dewata. Sebuah perundang-undangan dan aturan-aturan peperangan dibuat, dan sebuah sistem pengumpulan pajak dan bea dilembagakan di bawah seorang syahbandar untuk mendanai kerajaan. Begitu dikenangnya raja ini sehingga dalam dongeng pendahulu Gowa, masa pemerintahannya dipuji sebagai sebuah masa ketika panen anggun dan penangkapan ikan banyak.
Dalam sejumlah penyerangan militer yang sukses penguasa Gowa ini mengalahkan negara tetangganya, termasuk Siang dan membuat sebuah referensi ambisi imperial yang kemudian berusaha ditandingi oleh penguasa-penguasa setelahnya pada kala ke-16 dan ke-17. Kerajaan-kerajaan yang ditaklukkan oleh Tumapa'risi' Kallonna diantaranya yaitu Kerajaan Siang, serta Kesultanan Bone, walaupun ada yang menyebutkan bahwa Bone ditaklukkan oleh Tunipalangga.
Peta: Wilayah kekuasaan Federasi Kesultanan Gowa-Tallo pada kala ke-16 |
Tunipalangga
Tunipalangga dikenang alasannya yaitu sejumlah pencapaiannya, menyerupai yang disebutkan dalam Kronik (Cerita para pendahulu) Gowa, diantaranya adalah:- Menaklukkan dan menimbulkan bawahan Bajeng, Lengkese, Polombangkeng, Lamuru, Soppeng, banyak sekali negara kecil di belakang Maros, Wajo, Suppa, Sawitto, Alitta, Duri, Panaikang, Bulukumba dan negara-negara lain di selatan, dan wilayah pegunungan di selatan.
- Orang pertama kali yang membawa orang-orang Sawitto, Suppa dan Bacukiki ke Gowa.
- Menciptakan jabatan Tumakkajananngang.
- Menciptakan jabatan Tumailalang untuk menangani manajemen internal kerajaan, sehingga Syahbandar leluasa mengurus perdagangan dengan pihak luar.
- Menetapkan sistem resmi ukuran berat dan pengukuran
- Pertama kali memasang meriam yang diletakkan di benteng-benteng besar.
- Pemerintah pertama ketika orang Makassar mulai membuat peluru, mencampur emas dengan logam lain, dan membuat watu bata.
- Pertama kali membuat dinding watu bata mengelilingi pemukiman Gowa dan Sombaopu.
- Penguasa pertama yang didatangi oleh orang absurd (Melayu) di bawah Anakhoda Bonang untuk meminta tempat tinggal di Makassar.
- Yang pertama membuat perisai besar menjadi kecil, memendekkan gagang tombak (batakang), dan membuat peluru Palembang.
- Penguasa pertama yang meminta tenaga lebih banyak dari rakyatnya.
- Penyusun siasat perang yang cerdas, seorang pekerja keras, seorang narasumber, kaya dan sangat berani.
Abad ke-17
Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, VOC berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi, tetapi belum berhasil menundukkan Kesultanan Gowa. Di lain pihak, sesudah Sultan Hasanuddin naik tahta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia potongan timur untuk melawan VOC (Kompeni).Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada alhasil Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan Perjanjian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, alasannya yaitu itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta dukungan tentara ke Batavia. Pertempuran kembali pecah di banyak sekali tempat. Sultan Hasanuddin memperlihatkan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan VOC, hingga alhasil Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat milik Kesultanan Gowa yaitu Benteng Somba Opu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.
Abad ke-20
Kesultanan Gowa telah mengalami pasang surut dalam perkembangan semenjak Raja Gowa ke-1, Tumanurung, hingga mencapai puncak keemasannya pada kala ke-17, hingga kemudian mengalami masa penjajahan dibawah kekuasaan Belanda. Dalam pada itu, sistem pemerintahan mengalami transisi pada masa Raja Gowa ke-36, Andi Idjo Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin, menyatakan Kesultanan Gowa bergabung menjadi potongan Republik Indonesia yang merdeka dan bersatu, dan berubah bentuk dari kerajaan menjadi Daerah Tingkat II Kabupaten Gowa. Sehingga dengan perubahan tersebut, Andi Idjo pun tercatat dalam sejarah sebagai Raja Gowa terakhir dan sekaligus Bupati Kabupaten Gowa pertama.Keadaan Sosial-Budaya
Sebagai negara maritim, maka sebagian besar masyarakat Gowa yaitu nelayan dan pedagang. Mereka ulet berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya.Walaupun masyarakat Gowa mempunyai kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adab yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat diatur berdasarkan adab dan agama Islam yang disebut Pangadakkang. Dan masyarakat Gowa sangat percaya dan taat terhadap norma-norma tersebut.
Di samping norma tersebut, masyarakat Gowa juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan aristokrat dan keluarganya disebut dengan Anakarung atau Karaeng, sedangkan rakyat kebanyakan disebut to Maradeka dan masyarakat lapisan bawah disebut dengan golongan Ata.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Gowa banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka populer sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibentuk oleh orang Gowa dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo. Kapal Pinisi dan Lombo merupakan pujian rakyat Sulawesi Selatan dan populer hingga mancanegara.
Para Raja dan Sultan Gowa
- Tumanurung (±1300)
- Tumassalangga Baraya
- Puang Loe Lembang
- I Tuniatabanri
- Karampang ri Gowa
- Tunatangka Lopi (±1400)
- Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
- Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
- Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna (awal kala ke-16)
- I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)
- I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
- I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590)
- I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593)
- I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin I Tuminanga ri Gaukanna; Berkuasa mulai tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639, merupakan penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam
- I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna; Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun 1639 hingga wafatnya 6 November 1653
- I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana; Lahir tanggal 12 Juni 1631, berkuasa mulai tahun 1653 hingga 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670
- I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu'; Lahir 31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei 1681
- Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara; Lahir 29 November 1654, berkuasa mulai 1674 hingga 1677, dan wafat 15 Agustus 1681
- I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung. (1677-1709)
- La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)
- I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
- I Manrabbia Sultan Najamuddin
- I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi; Menjabat untuk kedua kalinya pada tahun 1735
- I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
- I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
- Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)
- I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)
- I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging (1770-1778)
- I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
- I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-1825)
- La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)
- I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri Kakuasanna (1826 - wafat 30 Januari 1893)
- I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893 - wafat 18 Mei 1895)
- I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri Bundu'na; Memerintah semenjak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar pada tanggal 5 Desember 1895, ia melaksanakan perlawanan terhadap Hindia Belanda pada tanggal 19 Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh Hindia Belanda pada 13 April 1906, kemudian meninggal akhir jatuh di Bundukma, erat Enrekang pada tanggal 25 Desember 1906
- I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)
- Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1946-1978)[3]
- Andi Maddusila Patta Nyonri Karaeng Katangka Sultan Alauddin II (2011-2014)
- I Kumala Andi Idjo Sultan Kumala Idjo Batara Gowa III Daeng Sila Karaeng Lembang Parang (2014-Sekarang)
Sumber: Wikipedia dan banyak sekali sumber
loading...
Buat lebih berguna, kongsi: